Translate

Kamis, 13 Desember 2012

EXTENDED ABSTRAK


PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI DENGAN METODE DEMONSTRASI TERHADAP HASIL BELAJAR
SISWA PADA POKOK BAHASAN KOLOID
KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 SEISUKA

YUSRAINI NASUTION
*. Prodi Pendidikan Kimia, Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Medan, Jl. Willem Iskandar, Psr V, Medan, Sumatera Utara, Indonesia 20221
(E-mail:yusraininasution@gmail.com)

Abstrak
Pembelajaran sains pada dasarnya bertujuan untuk membangun literasi sains siswa.  Hal ini sejalan dengan  harapan pemerintah dalam  PP No. 19 tahun 2005 Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 ayat (1), pembelajaran sains memiliki lingkup untuk mengenal, merespon, mengapresiasi dan memahami sains, mengembangkan kebiasaan berpikir ilmiah seperti berpikir kritis dan kreatif, mandiri, dan memiliki sikap positif (Permanasari, 2012).
Untuk membangun literasi sains pada diri siswa maka diperlukan pendekatan/ strategi yeng bertumpu pada student active learning atau pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana siswa diajak oleh guru untuk belajar secara aktif. Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari kedalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa yang diajar dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri Menggunakan Metode Demonstrasi lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang diajar dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri tanpa Metode Demonstrasi dan untuk mengetahui persen peningkatan hasil belajar siswa yang diberikan pengajaran dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri Menggunakan Metode Demonstrasi pada pokok bahasan Koloid di SMA Negeri 1 Seisuka. Sampel penelitian sebanyak dua kelas, yaitu kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Kelas eksperimen 1 diberi perlakuan Pembelajaran Inkuiri menggunakan metode Demonstrasi, sedangkan kelas eksperimen 2 diberi perlakuan pembelajaran Inkuiri tanpa metode Demonstrasi.
Penelitian ini menggunakan instrument test yang telah diujicobakan dan telah valid. Data hasil belajar siswa diuji normalitas dan homogenitasnya, hasil yang didapat kedua kelompok sampel homogen dan berdistribusi normal. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t-test uji dua pihak dan diperoleh thitung  = 2.489 sedangkan ttabel = 1.999 untuk α = 0.05 dan db = 62. Dengan demikian thitung  >  ttabel, maka Ha diterima yakni ada pengaruh hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan Strategi pembelajaran inkuiri dengan metode demonstrasi dan pengajaran menggunakan Strategi pembelajaran inkuiri tanpa metode demonstrasi pada pokok bahasan koloid.
Peningkatan hasil belajar siswa dihitung dengan bentuk gain ternormalisasi dan didapatkan persen keberhasilan belajar siswa pada kelas eksperimen 1 sebesar 50.54 % sedangkan persen keberhasilan belajar siswa kelas kontrol sebesar 40.93%. Dengan melihat keberhasilan belajar dengan menggunakan Strategi Pembelajaran Inkuiri dengan Metode Demonstrasi pada pokok bahasan Koloid, maka diharapkan Strategi Pembelajaran Inkuiri dengan Metode Demonstrasi ini dapat diaplikasikan dalam pembelajaran kimia.




Rabu, 12 Desember 2012

KARAKTER ENZIM



.KARAKTER ENZIM G6PD
Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan efek enzim herediter dari eritrosit manusia yang paling sering ditemukan (Zhao,2010). Enzim G6PD bekerja pada jalur fosfat pentosa metabolisme karbohidrat. Diwariskan secara X-linked, oleh karena itu mutasi pada gen G6PD, ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan (Zhao,2010),menyebabkan varian fungsional dengan beberapa biokimia dan fenotipe. Paling banyak dilaporkan dari Afrika, Eropa, Timur Tengah dan Asia Tenggara (Cappellini,2008)
Manifestasi klinis yang paling sering pada defisiensi G6PD adalah penyakit kuning neonatal, dan anemia hemolitik akut, yang biasanya dipicu oleh agen eksogen. Beberapa varian G6PD menyebabkan hemolisis kronis,anemia hemolitik bawaan non-spherocytic. Manajemen yang paling efektif pada defisiensi G6PD adalah mencegah hemolisis dengan menghindari stres oksidatif (Cappellini,2008).
Pada makalah ini akan dibahas pengaruh G6PD terhadap eritrosit sehingga memberikan kerentanan timbulnya hemolisis seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Enzim G6PD
Enzim G6PD mengkatalisis langkah pertama dalam jalur fosfat pentosa, glukosa mengkonversi ke ribosa-5-fosfat (gambar 1) dan melindungi sel terha dap stres oksidatif dalam bentuk NADPH. Defisiensi G6PD merupakan salah satu kelainan enzimatik herediter yang paling sering dari eritrosit manusia. Penelitian terbaru juga menyatakan bahwa aktivitas G6PD memainkan peran penting dalam mengontrol pertumbuhan sel melalui produksi NADPH (Zhao,2010).
Saat ini ditemukan sekitar 160 mutasi bersama dengan lebih dari 400 varian biokimia telah dijelaskan (Cappellini,2008). Varian G6PD oleh WHO telah diklasifikasikan ke dalam empat kategori tergantung pada aktivitas residu enzim dan manifestasi klinis. Varian kelas I memiliki defisiensi enzim yang berat (kurang dari 10% dari normal) yang berhubungan dengan anemia hemolitik kronis non-spherocytic. Varian kelas II juga memiliki defisiensi enzim berat (kurang dari 10% dari normal), varian kelas III memiliki defisiensi enzim ringan (10% sampai 60% dari normal). Varian Kelas IV tidak memiliki defisiensi enzim (60% sampai 150% dari normal) (Zhao,2010). Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan defek enzim herediter dari eritrosit manusia yang paling sering ditemukan (Zhao,2010). Enzim G6PD bekerja pada jalur fosfat pentosa metabolisme karbohidrat. Diwariskan secara X-linked, oleh karena itu mutasi pada gen G6PD, ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan (Zhao,2010),menyebabkan varian fungsional dengan beberapa biokimia dan fenotipe. Paling banyak dilaporkan dari Afrika, Eropa, Timur Tengah dan Asia Tenggara (Cappellini,2008)
Manifestasi klinis yang paling sering pada defisiensi G6PD adalah penyakit kuning neonatal, dan anemia hemolitik akut, yang biasanya dipicu oleh agen eksogen. Beberapa varian G6PD menyebabkan hemolisis kronis,anemia hemolitik bawaan non-spherocytic. Manajemen yang paling efektif pada defisiensi G6PD adalah mencegah hemolisis dengan menghindari stres oksidatif (Cappellini,2008).
Pada makalah ini akan dibahas pengaruh G6PD terhadap eritrosit sehingga memberikan kerentanan timbulnya hemolisis seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Enzim G6PD
Enzim G6PD mengkatalisis langkah pertama dalam jalur fosfat pentosa, glukosa mengkonversi ke ribosa-5-fosfat (gambar 1) dan melindungi sel terhadap stres oksidatif dalam bentuk NADPH. Defisiensi G6PD merupakan salah satu kelainan enzimatik herediter yang paling sering dari eritrosit manusia. Penelitian terbaru juga menyatakan bahwa aktivitas G6PD memainkan peran penting dalam mengontrol pertumbuhan sel melalui produksi NADPH (Zhao,2010).
Saat ini ditemukan sekitar 160 mutasi bersama dengan lebih dari 400 varian biokimia telah dijelaskan (Cappellini,2008). Varian G6PD oleh WHO telah diklasifikasikan ke dalam empat kategori tergantung pada aktivitas residu enzim dan manifestasi klinis. Varian kelas I memiliki defisiensi enzim yang berat (kurang dari 10% dari normal) yang berhubungan dengan anemia hemolitik kronis non-spherocytic. Varian kelas II juga memiliki defisiensi enzim berat (kurang dari 10% dari normal), varian kelas III memiliki defisiensi enzim ringan (10% sampai 60% dari normal). Varian Kelas IV tidak memiliki defisiensi enzim (60% sampai 150% dari normal) (Zhao,2010).

Gambar 1 : Langkah pertama dan kedua jalur fosfat pentose. Dikutip dari Greene,1993

Awalnya varian G6PD ditandai secara biokimia menurut aktivitas enzim dalam eritrosit, mobilitas elektroforesis, Michaelis Konstan, pemanfaatan analog substrat dan termostabilitas (Zhao,2010).

Peran G6PD pada metabolisme eritrosit
Pada sel eritrosit terjadi metabolism glukosa untuk menghasilkan energy (ATP), yang digunakan untuk kerja pompa ionic dalam rangka mempertahankan milieu ionic yang cocok bagi eritrosit. Pembentukan ATP ini berlangsung melalui jalur Embden Meyerhof yang melibatkan sejumlah enzim seperti glukosa fosfat isomerase dan piruvat kinase, sebagian kecil glukosa mengalami metabolisme dalam eritrosit melalui jalur heksosa monofosfat dengan bantuan enzim G6PD untuk menghasilkan glutation yang penting untuk melindungi hemoglobin dan membrane eritrosit dari oksidan. Defisiensi enzim piruvat kinase, glukosa fosfat isomerase dan G6PD dapat mempermudah dan mempercepat hemolisis. Yang paling sering mengalami defisiensi adalah G6PD (Rinaldi,2009)
G6PD adalah enzim "housekeeping" yang melakukan fungsi-fungsi vital di seluruh sel tubuh. Namun, dalam eritrosit yang tidak memiliki nukleus, mitokondria, organel lainnya, ada hambatan tertentu pada metabolisme dan enzim ini memiliki peran penting. G6PD mengkatalisis langkah pertama dari jalur fosfat pentosa (jalur heksosa monofosfat), sejumlah reaksi sampingan dari jalur utama glikolisis dalam eritrosit dan dalam semua sel tubuh (Greene,1993)
Gambar 2: Jalur fosfat pentosa, dikutip dari Cappellini,2008
Fungsi utama dari jalur fosfat pentosa adalah menghasilkan kapasitas pengurangan melalui produksi NADPH dan akhirnya GSH. Hanya ini mekanisme yang tersedia bagi eritrosit untuk menghasilkan kapasitas pengurangan dan sehingga penting untuk
kelangsungan hidup sel, sedangkan pada sel lain dari tubuh berarti produksi NADPH tetap ada dan jalur pentosa fosfat hanya untuk 60% dari produksi NADPH(Greene,1993).


 Anemia
Apa itu Anemia ?
Anemia adalah suatu kondisi tubuh di mana  tidak memiliki cukup sel darah merah atau hemoglobin (Hb) untuk membawa oksigen yang memadai ke jaringan tubuh. Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobin (Hb) nya kurang dari 13,5 g/dL atau hematokrit (Hct) kurang dari 41% pada laki-laki, dan konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL atau Hct kurang dari 36% pada perempuan.
 Apa penyebab Anemia ?
Terdapat berbagai macam penyebab anemia, antara lain:
  1. Pendarahan hebat yang mendadak (akut) karena kecelakaan, pembedahan, persalinan, atau pecah pembuluh darah
  2. Pendarahan kronik (menahun) karena pendarahan hidung, wasir (hemoroid), maag (ulkus peptikum), kanker atau polip di saluran pencernaan, tumor ginjal atau kandung kemih
  3. Pendarahan menstruasi yang sangat banyak
  4. Berkurangnya pembentukan sel darah merah karena kekurangan zat besi, kekurangan vitamin B12, kekurangan asam folat, kekurangan vitamin C
  5. Penyakit kronik yang mengakibatkan meningkatnya penghancuran sel darah merah, pembesaran limpa, kerusakan mekanik pada sel darah merah
  6. Kekurangan G6PD (suatu enzim yang berperan dalam proses pembentukan dan perombakan sel darah merah dan pencegahan hemolisis pada eritrosit). Kelainan enzim G6PD menyebabkan proses pembentukan dan perombakan sel darah merah menjadi tidak normal dan mudah pecah (hemolitik).
  7. Penyakit darah, seperti penyakit sel sabit (sel darah merah berbentuk bulan sabut sepertu huruf C) dan thalassemia.
 Bagaimana gejalanya ?
Gejala anemia bervariasi tergantung pada penyebabnya, namun yang biasanya muncul antara lain:
  • Kelelahan
  • Pucat
  • Detak jantung cepat atau berdebar, tidak teratur
  • Sesak napas
  • Nyeri pada dada
  • Pusing
  • Tangan dan kaki dingin
  • Sakit kepala
  • Gangguan kognitif
 Gejala awal anemia biasanya bersifat ringan dan seringkali tidak disadari, namun bila dibiarkan saja dapat memperburuk kondisi anemia.
Bagaimana diagnosisnya ?
Dokter akan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis anemia. Selain itu, dokter akan merekomendasikan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan laboratorium Complete Blood Count (CBC).
 Pengobatan yang dilakukan
Pengobatan anemia tergantung pada penyebabnya, biasanya meliputi: perubahan diet (pola makan), pemberian suplemen dan obat-obatan tertentu seperti eritropoietin, hingga perlu dilakukan transplantasi sumsum tulang.
 Pencegahan yang dapat dilakukan
  • Menyempatkan makan pagi dengan menu seimbang
  • Pilih makanan yang kaya vitamin (zat besi, asam folat, vitamin B-12, vitamin C)
  • Makanan yang dikonsumsi harus lebih bervariasi seperti nasi, lauk, sayur, dan buah
  • Hindari minum teh, kopi, atau susu sehabis makan karena mengganggu absorbsi zat besi
  • Setelah makan, disarankan makan buah atau vitamin C, karena vitamin ini bisa membantu penyerapan zat besi dalam tubuh
  • Olah raga teratur
Dampak yang ditimbulkan oleh Anemia
Apabila anemia tidak segera ditangani dengan baik dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya:
  • Kelelahan kronik
  • Gagal jantung
  • Kematian
Klasifikasi Anemia akibat Gangguan Eritropoieses
  1. Anemia defisiensi Besi :
Tidak cukupnya suplai besi mengakibatkan defek pada sintesis Hb, mengakibatkan timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer.
  1. Anemia Megaloblastik
Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan pada sintesis timidin dan defek pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah pembesaran prekursor sel darah (megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak efektif, dan pansitopenia.
  1. Anemia Aplastik
Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah akibat hiposelularitas, hiposelularitas ini dapat terjadi akibat paparan racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan defek pada perbaikan DNA serta gen.
  1. Anemia Mieloptisik
Anemia yang terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor, kelainan granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal. [2]



Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel
  1. Anemia mikrositik : penyebab utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia (gangguan Hb)
  2. Anemia normositik : contohnya yaitu anemia akibat penyakit kronis seperti gangguan ginjal.
  3. Anemia makrositik : penyebab utama yaitu anemia pernisiosa, anemia akibat konsumsi alcohol, dan anemia megaloblastik.
Berikut ini penjelasan soal empat jenis anemia, seperti dijelaskan Dr Mirriam Stoppard dalam bukunya "Panduan Kesehatan Keluarga":

Anemia defisiensi zat besi

Anemia defisiensi zat besi adalah jenis anemia paling sering dijumpai. Anemia jenis ini sering disebabkan hilangnya sejumlah zat besi melalui perdarahan terus-menerus.

Zat besi merupakan komponen esensial dari hemoglobin. Jika zat besi tidak cukup tersedia, produksi hemoglobin dan penggabungan ke dalam sel darah merah di sumsum tulang akan berkurang.

Hasilnya, hanya ada sedikit hemoglobin yang bisa berikatan dengan oksigen dalam paru-paru dan membawanya ke jaringan tubuh. Akibatnya, jaringan tidak cukup menerima oksigen.

Anemia megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah jenis anemia yang timbul akibat kekurangan vitamin B12 atau asam folat. Dua vitamin penting ini memiliki peran esensial dalam produksi sel darah merah yang sehat. Defisiensi salah satu vitamin tersebut dapat menimbulkan anemia megaloblastik yang terjadi karena sel darah merah abnormal berukuran besar (megaloblas) terbentuk dalam sumsum tulang dan produksi sel darah merah normal menurun.


Anemia sel bulan sabit

Anemia sel bulan sabit (sickle cell anaemia) adalah kelainan bawaan yang timbul akibat bentuk abnormal hemoglobin dalam darah.

Hemoglobin adalah protein yang terkandung dalam sel darah merah. Protein ini mengambil oksigen dari darah dan membawanya ke berbgai bagian tubuh.

Anemia sel bulan sabit timbul jika hemoglobin abnormal menyebabkan sel darah merah berubah bentuk menyerupai bulan sabit akibat rendahnya kadar oksigen. Ini akan menimbulkan krisis sel bulan sabit, yaitu nyeri sendi dan perut berat.

Kelainan bawaan dari penyakit anemia sel bulan sabit ini bersifat resesif, yaitu kedua orangtua membawa sebuah gen abnormal tapi mereka sendiri dalam kondisi sehat.  



Talasemia

Talasemia adalah bentuk anemia bawaan. Kebanyakan kasus talasemia terjadi pada orang-orang dari daerah Mediterania tapi juga dapat menyerang orang-orang dari India dan Asia Tenggara. talasemia diturunkan kepada anak jika kedua orangtua membawa gen cacat.

Pada talasemia, tubuh tidak dapat membuat hemoglobin normal, yaitu zat dalam darah yang membuat sel darah berwarna merah dan membawa oksigen ke seluruh tubuh.

Kelainan ini akan muncul saat seorang bayi yang berusia sekitar tiga bulan menunjukkan gejala anemia berat

CARA MENDIAGNOSA

Diagnosis defisiensi G6PD berdasarkan penilaian aktivitas enzim,secara kuantitatif dengan analisa spektrofotometri dari produksi NADPH dari NADP (Cappellini,2008), dipikirkan juga jika ditemukan hemolisis akut pada laki-laki ras afrika. Pada anamnesis perlu ditanyakan tentang kemungkinan terpapar dengan zat oksidan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Pemeriksaan aktivitas enzim mungkin false negative jika eritrosit tua defisiensi G6PD telah lisis. Oleh karena itu aktivitas enzim perlu diulang 2-3 bulan kemudian ketika ada sel-sel yang tua (Rinaldi,2009) Pemeriksaan darah sederhana bisa menentukan adanya anemia. Persentase sel darah merah dalam volume darah total (hematokrit) dan jumlah hemoglobin dalam suatu contoh darah bisa ditentukan. Pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari hitung jenis darah komplit (CBC).

Manajemen Terapi

Terapi langsung ditujukan pada penyebab anemia, dapat berupa :
  1. Transfusi darah
  2. Pemberian kortikosteroid atau obat-obatan lain yang dapat menekan sistem imun.
  3. Pemberian eritropoietin, hormon yang berperan pada proses hematopoiesis, berfungsi untuk membantuk sumsum tulang pada proses hematopoiesis.
  4. Pemberian suplemen besi, vitamin B12, vitamin-vitamin dan mineral lain yang dibutuhkan. [
Anemia dapat dicegah dengan :
  1. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan.
  2. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
  3. Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi.Perlu kita perhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.

Deskripsi
:
Pemeriksaan G6PD merupakan pengukuran konsentrasi G6PD dalam darah. G6PD adalah suatu enzim yang berperan dalam proses pembentukan dan perombakan sel darah merah dan pencegahan hemolisis pada eritrosit. Kelainan enzim G6PD menyebabkan proses pembentukan dan perombakan sel darah merah menjadi tidak normal dan mudah pecah (hemolitik). Hemolisis yang disebabkan defisiensi G6PD dapat terulang menjadi infeksi virus atau bakteri akut dan kelainan metabolik seperti asidosis.
Manfaat Pemeriksaan
:
Evaluasi defisiensi G6PD yang dapat mengakibatkan destruksi berlebihan; menentukan penyebab dari obat yang menginduksi hemolisis.
Persyaratan & Jenis Sampel
:
3 ( 0.1 ) mL darah EDTA
Stabilitas Sampel
:
2-8 °C = 1 minggu
Persiapan Pasien
:
-
Hari Kerja
:
Setiap hari ( 11.00 )
Metode
:
Kolorimetri
Nilai Rujukan
:
221 - 570 U/10^12 eritrosit
Tempat Rujukan
:
Catatan
:
Sampel dikirim menggunakan cup sampel ukuran 1,5 mL diisi penuh (2 cup sampel) dikirim dengan menggunakan box styrofoam dengan menggunakan es batu (dalam plastik). Untuk menghindari goncangan, isi box styrofoam harus padat, dapat dipadatkan dengan menggunakan kertas atau tissue.Cantumkan nilai eritrositKriteria penolakan sampel : Hemolisis : Mutlak (dilihat secara visual, setelah didiamkan hingga plasma memisah); Lipemik : -; Beku ulang : Mutlak; Lain-lain : -




Daftar Pustaka

Cappellini,M.D. and Fiorelli,G., 2008, Glucosa-6-Phosphate Dehidrogenase Deficiency, Lancet 371: 64-74.
Greene,L.S.,1993, G6PD Deficiency as Protection Against falciparumMalaria: An Epidemiologic Critique of Population andExperimental Studies, Yearbook Of Physical Anthropology 36:153—178.
Rinaldi,I. dan Sudoyo,A.W., 2009, Anemia Hemolitik Non Imun,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V: 1157-59
Zhao,X., Li,Z. and Zhang,X.Y., 2010. G6PD-MutDB: A Mutation and Phenotype Database of Glucose-6-Phosphate (G6PD) Deficiency. Journal of Bioinformatics and Computational Biology 8:101-9.


PEDOMAN PENYIMPANAN ZAT KIMIA


PENDAHULUAN
Laboratorium kimia merupakan suatu tempat yang berbahaya, terutama bila kita ceroboh dan kurang pengetahuan. Kehati-hatian dan tidak buru-buru adalah syarat penting yang perlu dimiliki seseorang yang bekerja di laboratorium kimia. Gambaran ini disampaikan tidak dengan maksud untuk menakut-nakuti seseorang yang akan bekerja di laboratorium kimia, namun untuk mengingatkan agar kita senantiasa waspada bila sedang bekerja di dalamnya.
Laboratorium kimia merupakan sarana penting untuk pendidikan, penelitian, pelayanan, serta uji mutu atau quality control. Berbagai jenis laboratorium kimia telah banyak dimiliki oleh sekolah lanjutan atas (SMA dan SMK), perguruan tinggi, industri dan jasa serta lembaga penelitian dan pengembangan. Karena perbedaan fungsi dan kegunaannya, dengan sendirinya berbeda pula dalam desain, fasilitas, teknik, dan penggunaan bahan. Walaupun demikian, apabila ditinjau dari aspek keselamatan kerja, laboratorium-laboratorium kimia mempunyai bahaya dasar yang sama sebagai akibat penggunaan bahan kimia dan teknik di dalamnya. Laboratorium kimia harus merupakan tempat yang aman bagi para penggunanya.
Aman terhadap setiap kemungkinan kecelakaan fatal, dari sakit maupun gangguan kesehatan. Hanya dalam laboratorium yang aman seseorang dapat bekerja dengan aman, produktif, dan efisien, bebas dari rasa khawatir akan kecelakaan dan keracunan. Keadaan aman dalam laboratorium dapat diciptakan apabila ada kemauan dari setiap pengguna untuk menjaga dan melindungi diri. Diperlukan kesadaran bahwa kecelakaan dapat berakibat pada para pengguna, maupun orang lain serta lingkungan di sekitarnya. Ini adalah tanggung jawab moral dalam keselamatan kerja yang memegang peranan penting dalam pencegahan kecelakaan. Selain itu, disiplin setiap individu terhadap peraturan juga memberikan andil besar dalam keselamatan kerja. Kedua faktor penting tersebut bergantung pada factor manusianya, yang ternyata merupakan sumber terbesar kecelakaan di dalam laboratorium.
Saat mengelola bahan kimia laboratorium, tidak semua risiko bisa ditiadakan.Namun, keselamatan dan keamanan laboratorium ditingkatkan melalui penilaian risiko berdasarkan informasi dan pengelolaan risiko yang cermat. Pengelolaan masa pakai bahan kimia yang cermat tidak hanya meminimalkan risiko terhadap manusia dan lingkungan, tetapi juga mengurangi biaya.

Tujuan keamanan laboratorium adalah menciptakan suasana laboratorium sebagai sarana belajar sains yang aman. Caranya adalah dengan meningkatkan pengetahuan praktisi sains (dosen, laboran, (maha)siswa) tentang keselamatan kerja, mengenal bahaya yang mungkin terjadi serta upaya penanganannya. Pengenalan sifat dan jenis bahan kimia akan memudahkan dalam cara penanganannya, yakni cara pencampuran, mereaksikan, pemindahan atau transportasi, dan penyimpanan. Pengetahuan tentang nama dan kegunaan alat dan bagaimana cara penggunaannya juga sangat penting. Misalnya alat-alat gelas harus diperiksa sebelum digunakan. Apakah ada yang retak, pecah, atau masih kotor. Dalam makalah ini akan diuraikan tentang bagaimana perawatan alat dan bahan praktikum kimia, bagaimana cara penyimpanannya sehingga kerusakan alat dan bahan-bahan kimia dapat dihindari, serta bahaya-bahaya yang ditimbulkan akibat penyimpanan dapat dicegah.


Penyimpanan dan Inventarisasi Bahan-Bahan Kimia

            Penyimpanan bahan kimia sangat perlu untuk: , Mengurangi segala resiko yang timbul, Mencegah mengatasi kehilangan, pencurian , kebakaran, kerusakan dan penyalahgunaan, Menekan biaya operasional laboratorium sekecil mungkin, Peningkatan kwalitas kerja/SDM untuk mengelola laboratorium secara optimal, Memudahkan rencana penambahan bahan yang  baru, Merencanakan perbaikan atau servis, Informasi peralatan bagi user/pemakainya. Setiap bahan kimia memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda. Maka, hal-hal harus menjadi diperhatian dalam penyimpanan dan penataan bahan kimia meliputi aspek pemisahan (segregation), tingkat resiko bahaya (multiple hazards), pelabelan (labeling), fasilitas penyimpanan (storage facilities), wadah sekunder (secondary containment), bahan kadaluarsa (outdate chemicals), inventarisasi (inventory), dan informasi resiko bahaya (hazard information).
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan di laboratorium:
1. Aman                  : bahan disimpan supaya aman dari pencuri.
2. Mu      : Untuk memudahkan mencari letak bahan, perlu diberi tanda yaitu dengan menggunakan label pada setiap tempat penyimpanan bahan (lemari, rak atau laci).
3.  : Penyimpanan bahan diperlukan ruang penyimpanan dan perlengkapan (Lindawati, 2010)  
            Pada bahan, pengurutan secara alfabetis akan tepat jika dikelompokkan menurut sifat fisis dan sifat kimianya terutama tingkat kebahayaannya untuk pengadministrasian. Bahan kimia yang tidak boleh disimpan dengan bahan kimia lain, harus disimpan secara khusus dalam wadah sekunder yang terisolasi. Hal ini untuk mencegah pencampuran dengan sumber bahaya lain seperti api, gas beracun, ledakan atau degradasi kimia. Misalnya benzena memiliki sifat flammable dan toxic. Oleh karena itu harus ditempatkan pada lemari tempat menyimpan zat cair flammable daripada disimpan pada lemari bahan toxic, karena benzena mudah terbakar daripada beracun. Di bawah ini panduan umum untuk mengurutkan tingkat bahaya bahan kimia dalam kaitan dengan penyimpanannya.

1.      Bahan Radioaktif > Bahan Piroforik > Bahan Eksplosif >
2.      Cairan Flammable > Asam/basa Korosif > Bahan Reaktif
3.      terhadap Air > Padatan Flammable > Bahan Oksidator >
4.      Bahan Combustible > Bahan Toksik > Bahan yang tidak
5.      memerlukan pemisahan secara khusus
            Wadah dan tempat penyimpanan harus diberi label yang mencantumkan nama bahan, tingkat bahaya, tanggal diterima dan dipakai. Misalnya warna merah untuk bahan flammable, kuning untuk bahan oksidator, biru untuk bahan toksik, putih untuk bahan korosif, dan hijau untuk bahan yang bahayanya rendah.
label bahan flammable  label bahan oksidator label bahan toksik label bahan korosif  label bahan dengan tingkat bahaya rendah                                    
Di samping pemberian label pada lokasi penyimpanan, pelabelan pada botol reagen juga penting. Informasi yang harus dicantumkan pada botol reagen diantaranya :
- Nama kimia dan rumusnya                  - Konsentrasi
- Tanggal penerimaan                            - Tanggal pembuatan
- Nama orang yang membuat reagen     - Lama hidup
- Tingkat bahaya                                   - Klasifikasi lokasi penyimpanan
- Nama dan alamat pabrik
Tempat penyimpanan bahan kimia harus bersih, kering, jauh dari sumber panas atau sinar matahari langsung dan dilengkapi dengan ventilasi yang menuju ruang asap atau ke luar ruangan.
Bahan kimia cair yang berbahaya harus disimpan dalam wadah sekunder seperti wadah plastik untuk mencegah timbulnya kecelakaan akibat bocor atau pecah. Secara umum pengelompokkan bahan berbahaya yang memerlukan wadah sekunder adalah :
1. Cairan flammable dan combustible serta pelarut terhalogenasi misalnya alkohol, eter, trikloroetan, perkloroetan dsb.
2. Asam-asam mineral pekat misalnya asam nitrat, asam klorida, asam sulfat, asam florida, asam fosfat dsb.
3. Basa-basa pekat misalnya amonium hidroksida, natrium hidroksida, dan kalium hidroksida.
4. Bahan radioaktif
Bahan kimia kadaluarsa, bahan kimia yang tidak diperlukan, dan bahan kimia yang rusak harus dibuang melalui unit pengelolaan limbah. Di bawah ini, panduan cara penyimpanan dan penataan bahan kimia untuk bahan kimia menurut kelompok tingkat bahayanya.
·      Penyimpanan dan penataan bahan kimia radioaktif
Bahan radioaktif harus disimpan di tempat yang terawasi dan terjaga keamanannya. Pada tempat penyimpanan harus dituliskan kata “HATI-HATI BAHAN RADIOAKTIF ( CAUTION RADIOACTIVE MATERIALS)”. Diperlukan catatan jumlah bahan dan perhatikan batas jumlah penyimpanan yang diperbolehkan. Tidak sembarangan laboratorium dapat membeli, menggunakan, menyimpan dan membuang bahan radioaktif. Bahan tersebut dapat diadakan di suatu lab makala mendapat izin dari Departemen Kesehatan khususnya bagian radiasi. Sekalipun di laboratorium sekolah bahan ini tidak tersedia, tidak ada salahnya bagi anda mengetahui cara penyimpanannya. Bahan radioaktif harus disimpan di suatu tempat yang terawasi dan terjaga keamanannya dari kehilangan oleh orang yang tak bertanggung jawab.  Pada tempat penyimpanan harus dituliskan kata “Hati-Hati Bahan Radioaktif ( Caution Radioactive Materials)”. Catat jumlah nyata dan perhatikan batas jumlah penyimpanan yang diperbolehkan. Hubungi Radiation Safety Officer untuk memperoleh informasi rinci tentang penggunaan dan penyimpanan bahan radioaktif tersebut.
·      Penyimpanan dan penataan bahan kimia reaktif
Bahan reaktif dikategorikan sebagai bahan yang bereaksi sendiri atau berpolimerisasi menghasilkan api atau gas toksik ketika ada perubahan tekanan atau suhu, gesekan, atau kontak dengan uap lembab, misalnya padatan flammable yang reaktif terhadap air. Bahan kimia reaktif biasanya dikelompokkan menjadi bahan kimia piroforik, eksplosif, pembentuk peroksida, dan reaktif air. Bahan piroforik adalah bahan yang dapat terbakar ketika kontak dengan udara pada suhu < 54,44 0C.
 Bahan kimia piroforik ada yang berupa padatan seperti fosfor, cairan seperti tributilaluminium atau gas seperti silan. Bahan piroforik harus disimpan di dalam lemari flammable secara terpisah dari cairan flammable dan cairan combustible. Unsur fosfor harus disimpan dan dipotong dalam air. Demikian gas silan harus disimpan secara khusus.
Bahan eksplosif adalah bahan yang dapat menimbulkan ledakan yang diakibatkan oleh penguraian bahan secara cepat dan menghasilkan pelepasan energi dalam bentuk panas, api dan perubahan tekanan yang tinggi. Faktor yang menunjang timbulnya ledakan dari bahan kimia di laboratorium diantaranya :
(1)   Kandungan oksigen senyawa. Beberapa peroksida (misalnya benzyol peroksida kering) dan oksidator kuat lainnya mudah meledak,
(2)   Gugus reaktif. beberapa senyawa seperti hidrazin memiliki gugus oksidatif dan reduktif, sehingga sangat tidak stabil. Beberapa senyawa nitro (misalnya Trinitrotoluen/TNT, azida, asam pikrat kering) juga mudah meledak.
Beberapa eter dan senyawa sejenis cenderung bereaksi dengan udara dan cahaya membentuk senyawa peroksida yang tidak stabil. Bahan kimia yang dapat membentuk peroksida diantaranya p-dioksan, etil eter, tetrahidrofuran, asetaldehid, dan sikloheksena. Cara yang harus diperhatikan dalam penyimpanannya sebagi berikut :
1. Simpan bahan kimia pembentuk peroksida dalam botol tertutup rapat (tidak kontak dengan udara) atau dalam wadah yang tidak terkena cahaya.
2. Berikan label pada wadah tentang tanggal diterima dan dibuka bahan tersebut.
3. Uji secara periodik (3 atau 6 bulan) terjadinya pembentukan peroksida. Buanglah peroksida yang telah dibuka setelah 3 – 6 bulan
4. Buanglah wadah bahan kimia pembentuk peroksida yang tidak pernah dibuka sesuai batas kadaluarsa yang diberikan pabrik atau 12 bulan setelah diterima.
            Bahan yang reaktif air apabila kontak dengan udara lembab saja akan menghasilkan senyawa toksik, flammable, atau gas mudah meledak. Misalnya hipoklorit dan logam hidrida. Oleh karena itu penyimpanan bahan kimia ini harus dijauhkan dari sumber air (jangan menyimpannya di bawah atau di atas bak cuci, dst.). Gunakan pemadam api dengan bahan kimia kering apabila terjadi kebakaran dengan bahan ini. Simpan dalam desikator yang diisi dengan silica gel.
·      Penyimpanan dan penataan bahan kimia korosif
Bahan kimia korosif terdiri dari dua macam yaitu asam dan basa. Asam-asam yang berwujud cairan diklasifikasi menjadi tiga jenis yaitu asam-asam organic (misalnya asam asetat glacial, asam format), asam mineral (misalnya asam klorida dan asam fosfat) dan asam mineral oksidator (misalnya asam kromat, asam florida, asam perklorat, dan asam berasap seperti asam nitrat dan asam sulfat). Panduan penyimpanan untuk kelompok asam ini diantaranya:
1. Pisahkan asam-asam tersebut dari basa dan logam aktif seperti natrium (Na), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dll.
2. Pisahkan asam-asam organik dari asam mineral dan asam mineral oksidator,
3. Penyimpanan asam organik biasanya dibolehkan dengan cairan flammable dan combustible.
4. Pisahkan asam dari bahan kimia yang dapat menghasilkan gas toksik dan dapat menyala seperti natrium sianida (NaCN), besi sulfida (FeS), kalsium karbida (CaC2) dan lain-lain.
5. Gunakan wadah sekunder untuk menyimpan asam itu, dan gunakan botol bawaannya ketika dipindahkan ke luar lab.
6. Simpanlah botol asam pada tempat dingin dan kering, dan jauhkan dari sumber panas atau tidak terkena langsung sinar matahari.
7. Simpanlah asam dengan botol besar pada kabinet atau lemari rak asam. Botol besar disimpan pada rak lebih bawah daripada botol lebih kecil.
8. Simpanlah wadah asam pada wadah sekunder seperti baki plastic untuk menghindari cairan yang tumpah atau bocor. Baki plastic atau panci kue dari pyrex sangat baik digunakan lagi pula murah harganya. Khusus asam perklorat harus disimpan pada wadah gelas atau porselen dan jauhkan dari bahan kimia organik.
9. Jauhkan asam oksidator seperti asam sulfat pekat dan asam nitrat dari bahan flammable dan combustible.
Penyimpanan basa padatan atau cairan seperti amonium hidroksida (NH4OH), kalsium hidroksida, Ca(OH)2, kalium hidroksida (KOH), natrium hidroksida (NaOH) harus dilakukan sebagai berikut :
1. Pisahkan basa dari asam, logam aktif, bahan eksplosif, peroksida organik, dan bahan flammable.
2. Simpan larutan basa anorganik dalam wadah polyethylene (plastik).
3. Tempatkan wadah larutan basa dalam baki plastik untuk menghindari pecah atau keborocan.
4. Simpanlah botol-botol besar larutan basa dalam lemari rak atau cabinet yang tahan korosif. Botol besar disimpan pada rak lebih bawah daripada botol lebih kecil.
     Gambar-1 Penyimpanan Bahan Kimia
·      Penyimpanan dan penataan bahan kimia Flammable dan Combustible
Bahan kimia padatan yang cepat terbakar karena gesekan, panas ataupun reaktif terhadap air dan spontan terbakar dinamakan padatan flammable. Misalnya asam pikrat, kalsium karbida, fosfor pentaklorida, litium, dan kalium. Padatan flammable harus disimpan dalam lemari flammable dan dijauhkan dari cairan flammble atau cairan combustible.
Cairan bahan kimia flammable dan combustible diklasifikasi menurut titik bakar/nyala (flash point) dan titik didihnya (boiling point). Bahan kimia flammable dapat disimpan dengan bahan kimia combustible, asam organik combustible (misalnya asetat), pelarut non-flammable (metilklorida). Beberapa cairan flammable yang umumnya dijumpai diantaranya adalah asetaldehid, aseton, heksana, toluen, ksilena, etanol. Secara umum penyimpanan cairan flammable di laboratorium sebagai berikut .
1. Wadah dari gelas jangan digunakan untuk menyimpan cairan flammable. Pelarut dengan kualitas teknis harus disimpan dalam wadah logam.
2. Cairan flammable yang memerlukan kondisi dingin, hanya disimpan pada kulkas yang bertuliskan “Lab-Safe” atau “Flammable Storage Refrigerators”. Jangan sekali-kali menyimpan cairan flammable di dalam kulkas biasa.
3. Jauhkan bahan flammable dari oksidator.
4. Hindari penyimpanan cairan flammable dari panas, sengatan matahari langsung, sumber nyala atau api.
·        Penyimpanan dan penataan bahan kimia oksidator
Bahan kimia yang termasuk oksidator adalah bahan kimia yang menunjang proses pembakaran dengan cara melepaskan oksigen atau bahan yang dapat mengoksidasi senyawa lain. Misalnya kalium permanganat (KMnO4), feri klorida (FeCl3), natrium nitrat (NaNO3), hidrogen peroksida (H2O2). Bahan kimia oksidator harus dipisahkan dari bahan-bahan flammable dan combustible serta bahan kimia reduktor seperti seng (Zn), logam alkali (litium = Li, natrium = Na, kalium = K, rubidium = Rb) dan asam formiat (HCOOH). Jangan menyimpan pada wadah/tempat yang terbuat dari kayu dan jangan berdekatan dengan bahan lain yang mudah terbakar. Simpan pada tempat dingin dan kering.
·      Penyimpanan dan penataan bahan kimia beracun (toxic)
Bahan kimia ini terdiri dari bahan beracun tinggi (highly toxic) dengan ciri memiliki oral rate LD50 (Lethal Dosis 50%) < 50 mg/kG, beracun (toxic) dengan oral rate LD50 50-100 mg/kG dan sebagai bahan kimia karsinogen (penyebab kanker) disimpan dalam wadah yang tidak mudah pecah, dan tertutup rapat.
Tabel-1 Bahan Kimia Toksik dan Penggantinya

Bahan Kimia Toksik Pengganti  
Chloroform Hexanes  
Carbon tetrachloride Hexanes  
1,4-Dioxane Tetrahydrofuran  
Benzene Cyclohexane atau Toluene  
Xylene Toluene  
2-Butanol 1-Butanol  
Lead chromate Copper carbonate  
p-Dichlorobenzene Naphthalene, Lauric acid, Cetyl alcohol, 1- Octadecanol, Palmitic acid, or Stearic acid  
Potassium Calcium  
Dichromate/Sulfuric acid mixture Ordinary detergents  
Trisodium phosphate Ordinary detergents  
Alcoholic potassium hydroxide Ordinary detergents

·      Penyimpanan dan penataan bahan kimia sensitif cahaya
Penyimpanan bahan kimia yang sensitif cahaya harus dipisahkan atas dasar tingkat kebahayaannya. Misalnya brom dengan oksidator, arsen dengan senyawa beracun. Beberapa concoh senyawa sensitif cahaya diantaranya brom (Br2), garam merkuri, kalium ferosianida, K4[Fe(CN)6], natrium iodida (NaI) dan lain-lain. Bahan sensitif cahaya disimpan dalam botol berwarna coklat (amber bottle).
·      Penyimpanan dan penataan Gas Terkompresi (Compressed Gases)
Cara penyimpanan bahan kimia gas diantaranya:
1.      Pisahkan dan tandai mana tabung gas yang berisi dan mana yang kosong.
2.      Amankan bagian atas dan bawah silinder dengan menggunakan rantai dan rak logam.
3.      Atur regulator ketika gas dalam silider digunakan.
4.      Pasang tutup pentil ketika silinder tidak digunakan.
5.      Jauhkan silinder dari sumber panas, bahan korosif bahan berasap maupun bahan mudah terbakar.
6.      Pisahkan silinder yang satu dengan yang lainnya jika gas dari silinder satu dapat menimbulkan reaksi dengan gas dari silinder lain.
7.      Gunakan lemari asap untuk mereaksikan gas yang diambil dari silinder.
8.      Gunakan gerobak yang dilengkapi rantai ketika memindahkan silinder gas berukuran besar.
9.      Jagalah sumbat katup jangan sampai lepas ketika menggesergeserkan silinder, karena gas dalam silinder memiliki tekanan tinggi.
Berikut ini pedoman dalam penyimpanan bahan kimia di laboratorium.
Tabel-2 Matriks Bahan Kimia yang incompatable (tidak boleh disimpan bersamaan)

Asam Anorganik
Asam
Oksidator Asam
Organik Basa Oksidator Anorganik
Racun
Organik
racun
Reak
tif
air Pela rut organik  
Asam
Anorganik X X X X X X
 
Asam
Oksida
Tor X X X X X X
 
Asam
Organic X X X X X X X
 
Basa X X X X X X  
Oksida
Tor X X
X X  
Anorganik
Racun X X X X X X  
Organik
racun X X X X X X  
Reaktif air X X X X X X  
Pelarut
Organic X X X X X
x = tidak boleh disimpan bersamaan
Tabel-3 Klasifikasi Penyimpanan Bahan Kimia

Bahan Kimia Tidak Boleh Bercampur dengan  
Asam asetat
CH3COOH
Asam kromat, H2Cr2O4; Asam nitrat, HNO3; Senyawa hidroksil, -OH; Etilen glikol, C2H6O2; Asam perklorat, HClO4; Peroksida, H2O2, Na2O2; Permanganat, KMnO4  
Aseton
CH3COCH3 Campuran asam nitrat dan asam sulfat pekat, (HNO3 pkt + H2SO4 pkt); Basa kuat, NaOH, KOH  
Asetilen
C2H2 Flor, F2; Klor, Cl2; Brom, Br2; Tembaga, Cu; Perak, Ag; Raksa, Hg  
Logam alkali
Li, Na, K
Air, H2O; Karbon tetraklorida, CCl4; Hidrokarbon terklorinasi, CH3Cl; Karbon dioksida, CO2; halogen, F2, Cl2, Br2, I2  
Amonia anhidros,
NH3 Raksa, Hg; Kalsium, Ca; Klor, Cl2; Brom, Br2; Iod, I2; Asam florifa, HF; Hipoklorit, HClO, Ca(ClO)2  
Amonium nitrat,
NH4NO3
Asam; serbuk logam; cairan dapat terbakar; Klorat, ClO3- ; Nitrit, NO2-; belerang, S8; serbuk organik; bahan dapat terbakar  
Anilin C6H5NH2 Asam nitrat, HNO3; Hidrogen proksida, H2O2  
Bahan arsenat, AsO3- Bahan reduktor  
Azida, N3- Asam  
Brom, Br2
Amonia, NH3; Asetilen, C2H2; butadiena, C4H6; butana, C4H10; metana, CH4; propana, C3H8 (atau gas minyak bumi), hidrogen, H2; Natrium karbida, NaC; terpentin; benzen, C6H6; serbuk logam  
Kalsium oksida, CaO Air, H2O  
Karbon aktif, C Kalsium hipoklorit, Ca(ClO)2; Semua oksidator  
Karbon tetraklorida, CCl4 Natrium, Na  
Klorat, ClO3- Garam amonium; asam; Serbuk logam; Belerang, S8; Bahan organic serbuk; Bahan dapat terbakar  
Asam kromat, H2Cr2O4;
Krom trioksida, Cr2O3
Asam asetat, CH3COOH; Naftalen, C10H8; Kamper, C10H16O; gliserol, HOCH2CH(OH)CH2OH; Gliserin; terpentin; alkohol; cairan mudah terbakar  
Klor,
Cl2 Ammonia, acetylene, butadiene, butane, methane, propane (or other petroleum gases), hydrogen, sodium carbide, turpentine, benzene, finely divided metals  
Klor dioksida, ClO2 Ammonia, metana, fosfin, Asam sulfide  
Tembaga Asetilen, hidrogen peroksida  
Cumene hidroperoksida Asam, organic atau anorganik  
Sianida Asam  
Cairan dapat terbakar Amonium nitrat, Asam kromat, hidrogen peroksida, Asam nitrat, Natrium peroksida, halogen  
Hidrokarbon Flor, klor, brom, ASam kromat, Natrium peroksida  
Asam sianat Asam nitrat, Basa  
Asam florida Ammonia, aqueous or anhydrous  
Hidrogen peroksida
Tembaga, Krom, Besi, Kebanyakan logam atau garamnya, Alkohol, Aseton, bahan organik, Anilin, Nitrometan, Cairan dapat terbakar  
Asam sulfide Asam nitrat berasap, Asam lain, Gas oksidator, Asetilen, Amonia (berair atau anhidros), Hidrogen  
Hipoklorit Asam, Karbon aktif  
Iod Asetilen, Amonia (berair atau anhidros), Hidrogen  
Raksa Asetilen, Asam fulmanat, Amonia  
Nitrat Asam sulfat  
Asam nitrat (pekat) Asam asetat, Anilin, Asam kromat, Asam sianat, Asam sulfida, Cairan dapat terbakar, Gas dapat terbakar, Tembaga, Kuningan, Logam berat  
Nitrit Asam  
Nitroparafin Basa anorganik, Amina  
Asam oksalat Perak, Raksa  
Oksigen Oli, Lemak, hidrogen; Cairan, padatan, dan Gas dapat terbakar  
Asam perklorat Asetat anhidrid, Bismut dan aliasinya, Alkohol, Kertas, Kayu, Lemak dan oli  
Peroksida, organik Asam (organik atau mineral), Hindari gesekan, Simpan di tempat dingin  
Fosfor (putih) Udara, Oksigen, Basa, Bahan reduktor  
Kalium Karbon tetraklorida, Karbon dioksida, Air  
Kalium klorat dan Perklorat Asam sulfat dan asam lain  
Kalium permanganat Gliserin, Etilen glikol, Benzaldehid, Asam sulfat  
Selenida Bahan reduktor  
Perak Asetilen, Asam oksalat, Asam tartrat, Senyawa amonium, Asam fulmanat  
Natrium Karbon tetraklorida, Karbon dioksida, Air  
Natrium Nitrit Amonium nitrat dan Garam amonium lain  
Natrium peroksida
Etil atau metil alkohol, Asam asetat glacial, Asetat anhidrida, Benzaldehid, Karbon disulfida, Gliserin, Etilen glikol, Etil asetat, Metil asetat, furfural  
Sulfida Asam  
Asam sulfat

Kalium klorat, Kalium perklorat, kalium permanganate (atau senyawa dari logam ringan seperti natrium, litium, dll.)  
Telurida Bahan reduktor  
(From Manufacturing Chemists' Association, Guide for Safety in the Chemical Laboratory, pp. 215-217, Van Nostrand Reinhold


MANAJEMEN BAHAN KIMIA DAN PENYIMPANANNYA DI GUDANG LABORATORIUM

Untuk memenuhi kriteria laboratorium yang sehat maka pengelolaan inventori bahan kimia diupaykan senantiasa terkendali dalam aspek kualitas yaitu mutu bahan kimia harus memenuhi spesifikasi standard yang diperlukan, aspek kuantitas yaitu jumlah yang akan dibeli harus sesuai dengan kebutuhan dan dengan mempertimbangkan bahwa kepemilikan dalam jumlah besar juga memiliki konsekwensi menanggung biaya kelola potensi timbulan limbah apabila bahan kimia tersebut terkontaminasi atau mengalami degradasi mutu sehingga tidak dapat dipergunakan.
Bahan kimia yang baik harus memenuhi beberapa ketentuan umum yaitu :
Mudah diperoleh yaitu proses pengadaan bahan kimia tidak berbelit serta waktu kedatangan atau tiba di gudang dalam waktu singkat.
Konsep siap saji (just in time) merupakan pedoman yang menjadi kebutuhan terhadap pengadaan bahan kimia saat ini dimana selang waktu yang terlampau lama menyebabkan terjadinya permasalahan terhadap waktu pakai (expire date) dari beberapa bahan kimia tertentu.
Mudah untuk disubsitusi yaitu bahan kimia yang dibeli memiliki beberapa alternatif nama dagang sehingga bukan merupakan monopoli dari pabrik tertentu.
  Aman terhadap proses penanganan (handling)
Memiliki label atau identifikasi yang jelas tentang sifat dan karakteristik bahan kimia.
Kemasan mampu untuk melindungi kualitas bahan terhadap perubahan kondisi lingkungan sehingga apabila terjadi variasi perubahan suhu tidak berpengaruh terhadap komposisi bahan kimia.
Suhu penyimpanan yang dipersyaratkan mendekati suhu kamar (ambien) di Indonesia. Apabila merupakan bahan kimia Berbahaya dan Beracun (B3) maka identifikasi MSDS harus senantiasa diikutsertakan disertai sertifikat keaslian produk dari pabrik pembuat. Penyimpanan bahan kimia juga memiliki beberapa aturan dasar yang menjadi pedoman bagi laboratorium untuk memelihara aspek safety dalam hal penyimpanan bahan kimia di gudang melalui segregasi, yaitu :
Bahan kimia bersifat korosif (asam kuat atau basa kuat);
 Bahan kimia bersifat mudah terbakar (flamable);
Bahan kimia mudah bereaksi (reactive)
Bahan kimia racun (toxic).
Penyimpanan bahan kimia di gudang adalah pengetahuan tentang ketidaksesuaian (incompatible) antara bahan kimia yang satu dengan yang lain. Tabel berikut menyatakan ketidaksesuaian antara bahan kimia yang satu dengan yang lain dan dipergunakan sebagai dasar pengaturan penyimpanan bahan kimia di gudang.
Bahan padatan lebih sulit bereaksi dibandingan dengan cairan karena kecepatan reaksi dengan bahan lain rendah (dalam kondisi kering) oleh karena itu dapat disusun
a. Sulfida harus dipisahkan jauh dengan asam
b. Senyawa sianida harus dipisahkan terhadap asam, terutama bentuk larutan asam
c. Bentuk kristal penol harus dipisahkan terhadap oksidator.
Sedangkan cairan lebih mudah bereaksi dengan bahan lain, oleh karena itu cairan harus disimpan di rak dengan maksimum ketinggian ukuran bahu orang dewasa, untuk larutan asam
a. Pisahkan antara asam organik dengan asam anorganik seperti asam asetat dengan    
    asam nitrat.
b. Pisahkan secara tersendiri asam perklorat (perchloric acid);
Cairan mudah terbakar, lebih dari 10 gallon cairan harus disimpan didalam lemari        safety atau dalam drum safety.
c. Khusus untuk bahan-bahan yang termasuk Oksidator dilakukan pengelolaanya   sebagai berikut:
Jauhkan dari asam, basa, organik dan logam
Simpan ditempat dingin
Akumulasi penyimpanan limbah dan bahan kimia kadaluarsa dilakukan dengan :
Sedapat mungkin menyimpan cairan limbah bahan kimia dengan tingkat kesesuaiannya (compability).
Jangan menumpuk lebih dari 55 gallon limbah cair bahan kimia  ini,seperempat jumlah dari daftar bahan kimia berbahaya (daftar P)
Bahan yang termasuk katagori Logam, dilakukan sesuai jenisnya :
Logam reaktif (misalnya potasium, sodium) dan semua logam dalam bentuk serbuk harus disimpan didalam lemari khusus anti nyala (flamable cabinet).
Logam air raksa (mercury) harus disimpan di kontainer yang tidak mudah pecah dengan diletakkan didalam almari khusus.





PENUTUP
Laboratorium kimia harus merupakan tempat yang aman bagi para penggunanya. Dalam hal ini seorang laboran memegang peranan penting dalam menciptakan suatu laboratorium yang aman. Dengan pengetahuan yang cukup tentang sifat-sifat bahan kimia yang ada di laboratorium seorang laboran dapat mengetahui bagaimana cara menangani bahan kimia tersebut, termasuk bagaimana cara menyimpan dengan baik dan aman. Memang bukan hanya faktor bahan kimia yang menyebabkan keadaan tidak aman, factor lain seperti ventilasi ruangan, almari asam, atau sistem pengaman gas tidak bekerja dengan baik keadaan akan menjadi lebih tidak aman. Pengetahuan tentang kegunaan alat, perawatan dan pemeliharaan alat juga penting untuk menjaga keawetan alat. Memang diperlukan suatu kerjasama dari berbagai pihak, baik dari para (maha)siswa, guru, dosen sebagai pengawas.
Dalam melakukan praktikum (maha)siswa juga dituntut untuk berhati-hati, tidak menganggap remeh setiap kemungkinan bahaya yang ditimbulkan. Peran guru/dosen sebagai pengawas juga penting. Prosedur dan cara kerja perlu diberikan secara jelas dan sempurna sebelum dikerjakan oleh para (maha)siswa dan laboran. Dengan kerjasama yang sinergis dari berbagai pihak maka akan tercipta laboratorium kimia yang aman dan nyaman bagi semua orang yang menggunakannya.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil, dkk. (1996). Pengantar Praktikum Kimia Organik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, DIKTI.
Djupri Padmawinata, Habiburrahman, Rangke L. Tobing, arosa Purwadi, S. Dirjosoemarto,
Iswojo PIA. 1983. Pengelolaan Laboratorium IPA. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, DIKTI.
Management Of Hazardous Waste In Your Area, akses internet pada 6 Agustus 2006 : http://ehs.uky.edu/hmm/outline.htm
Soemanto Imamkhasani. 1990. Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia