Translate

Rabu, 12 Desember 2012

KARAKTER ENZIM



.KARAKTER ENZIM G6PD
Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan efek enzim herediter dari eritrosit manusia yang paling sering ditemukan (Zhao,2010). Enzim G6PD bekerja pada jalur fosfat pentosa metabolisme karbohidrat. Diwariskan secara X-linked, oleh karena itu mutasi pada gen G6PD, ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan (Zhao,2010),menyebabkan varian fungsional dengan beberapa biokimia dan fenotipe. Paling banyak dilaporkan dari Afrika, Eropa, Timur Tengah dan Asia Tenggara (Cappellini,2008)
Manifestasi klinis yang paling sering pada defisiensi G6PD adalah penyakit kuning neonatal, dan anemia hemolitik akut, yang biasanya dipicu oleh agen eksogen. Beberapa varian G6PD menyebabkan hemolisis kronis,anemia hemolitik bawaan non-spherocytic. Manajemen yang paling efektif pada defisiensi G6PD adalah mencegah hemolisis dengan menghindari stres oksidatif (Cappellini,2008).
Pada makalah ini akan dibahas pengaruh G6PD terhadap eritrosit sehingga memberikan kerentanan timbulnya hemolisis seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Enzim G6PD
Enzim G6PD mengkatalisis langkah pertama dalam jalur fosfat pentosa, glukosa mengkonversi ke ribosa-5-fosfat (gambar 1) dan melindungi sel terha dap stres oksidatif dalam bentuk NADPH. Defisiensi G6PD merupakan salah satu kelainan enzimatik herediter yang paling sering dari eritrosit manusia. Penelitian terbaru juga menyatakan bahwa aktivitas G6PD memainkan peran penting dalam mengontrol pertumbuhan sel melalui produksi NADPH (Zhao,2010).
Saat ini ditemukan sekitar 160 mutasi bersama dengan lebih dari 400 varian biokimia telah dijelaskan (Cappellini,2008). Varian G6PD oleh WHO telah diklasifikasikan ke dalam empat kategori tergantung pada aktivitas residu enzim dan manifestasi klinis. Varian kelas I memiliki defisiensi enzim yang berat (kurang dari 10% dari normal) yang berhubungan dengan anemia hemolitik kronis non-spherocytic. Varian kelas II juga memiliki defisiensi enzim berat (kurang dari 10% dari normal), varian kelas III memiliki defisiensi enzim ringan (10% sampai 60% dari normal). Varian Kelas IV tidak memiliki defisiensi enzim (60% sampai 150% dari normal) (Zhao,2010). Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan defek enzim herediter dari eritrosit manusia yang paling sering ditemukan (Zhao,2010). Enzim G6PD bekerja pada jalur fosfat pentosa metabolisme karbohidrat. Diwariskan secara X-linked, oleh karena itu mutasi pada gen G6PD, ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan (Zhao,2010),menyebabkan varian fungsional dengan beberapa biokimia dan fenotipe. Paling banyak dilaporkan dari Afrika, Eropa, Timur Tengah dan Asia Tenggara (Cappellini,2008)
Manifestasi klinis yang paling sering pada defisiensi G6PD adalah penyakit kuning neonatal, dan anemia hemolitik akut, yang biasanya dipicu oleh agen eksogen. Beberapa varian G6PD menyebabkan hemolisis kronis,anemia hemolitik bawaan non-spherocytic. Manajemen yang paling efektif pada defisiensi G6PD adalah mencegah hemolisis dengan menghindari stres oksidatif (Cappellini,2008).
Pada makalah ini akan dibahas pengaruh G6PD terhadap eritrosit sehingga memberikan kerentanan timbulnya hemolisis seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Enzim G6PD
Enzim G6PD mengkatalisis langkah pertama dalam jalur fosfat pentosa, glukosa mengkonversi ke ribosa-5-fosfat (gambar 1) dan melindungi sel terhadap stres oksidatif dalam bentuk NADPH. Defisiensi G6PD merupakan salah satu kelainan enzimatik herediter yang paling sering dari eritrosit manusia. Penelitian terbaru juga menyatakan bahwa aktivitas G6PD memainkan peran penting dalam mengontrol pertumbuhan sel melalui produksi NADPH (Zhao,2010).
Saat ini ditemukan sekitar 160 mutasi bersama dengan lebih dari 400 varian biokimia telah dijelaskan (Cappellini,2008). Varian G6PD oleh WHO telah diklasifikasikan ke dalam empat kategori tergantung pada aktivitas residu enzim dan manifestasi klinis. Varian kelas I memiliki defisiensi enzim yang berat (kurang dari 10% dari normal) yang berhubungan dengan anemia hemolitik kronis non-spherocytic. Varian kelas II juga memiliki defisiensi enzim berat (kurang dari 10% dari normal), varian kelas III memiliki defisiensi enzim ringan (10% sampai 60% dari normal). Varian Kelas IV tidak memiliki defisiensi enzim (60% sampai 150% dari normal) (Zhao,2010).

Gambar 1 : Langkah pertama dan kedua jalur fosfat pentose. Dikutip dari Greene,1993

Awalnya varian G6PD ditandai secara biokimia menurut aktivitas enzim dalam eritrosit, mobilitas elektroforesis, Michaelis Konstan, pemanfaatan analog substrat dan termostabilitas (Zhao,2010).

Peran G6PD pada metabolisme eritrosit
Pada sel eritrosit terjadi metabolism glukosa untuk menghasilkan energy (ATP), yang digunakan untuk kerja pompa ionic dalam rangka mempertahankan milieu ionic yang cocok bagi eritrosit. Pembentukan ATP ini berlangsung melalui jalur Embden Meyerhof yang melibatkan sejumlah enzim seperti glukosa fosfat isomerase dan piruvat kinase, sebagian kecil glukosa mengalami metabolisme dalam eritrosit melalui jalur heksosa monofosfat dengan bantuan enzim G6PD untuk menghasilkan glutation yang penting untuk melindungi hemoglobin dan membrane eritrosit dari oksidan. Defisiensi enzim piruvat kinase, glukosa fosfat isomerase dan G6PD dapat mempermudah dan mempercepat hemolisis. Yang paling sering mengalami defisiensi adalah G6PD (Rinaldi,2009)
G6PD adalah enzim "housekeeping" yang melakukan fungsi-fungsi vital di seluruh sel tubuh. Namun, dalam eritrosit yang tidak memiliki nukleus, mitokondria, organel lainnya, ada hambatan tertentu pada metabolisme dan enzim ini memiliki peran penting. G6PD mengkatalisis langkah pertama dari jalur fosfat pentosa (jalur heksosa monofosfat), sejumlah reaksi sampingan dari jalur utama glikolisis dalam eritrosit dan dalam semua sel tubuh (Greene,1993)
Gambar 2: Jalur fosfat pentosa, dikutip dari Cappellini,2008
Fungsi utama dari jalur fosfat pentosa adalah menghasilkan kapasitas pengurangan melalui produksi NADPH dan akhirnya GSH. Hanya ini mekanisme yang tersedia bagi eritrosit untuk menghasilkan kapasitas pengurangan dan sehingga penting untuk
kelangsungan hidup sel, sedangkan pada sel lain dari tubuh berarti produksi NADPH tetap ada dan jalur pentosa fosfat hanya untuk 60% dari produksi NADPH(Greene,1993).


 Anemia
Apa itu Anemia ?
Anemia adalah suatu kondisi tubuh di mana  tidak memiliki cukup sel darah merah atau hemoglobin (Hb) untuk membawa oksigen yang memadai ke jaringan tubuh. Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobin (Hb) nya kurang dari 13,5 g/dL atau hematokrit (Hct) kurang dari 41% pada laki-laki, dan konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL atau Hct kurang dari 36% pada perempuan.
 Apa penyebab Anemia ?
Terdapat berbagai macam penyebab anemia, antara lain:
  1. Pendarahan hebat yang mendadak (akut) karena kecelakaan, pembedahan, persalinan, atau pecah pembuluh darah
  2. Pendarahan kronik (menahun) karena pendarahan hidung, wasir (hemoroid), maag (ulkus peptikum), kanker atau polip di saluran pencernaan, tumor ginjal atau kandung kemih
  3. Pendarahan menstruasi yang sangat banyak
  4. Berkurangnya pembentukan sel darah merah karena kekurangan zat besi, kekurangan vitamin B12, kekurangan asam folat, kekurangan vitamin C
  5. Penyakit kronik yang mengakibatkan meningkatnya penghancuran sel darah merah, pembesaran limpa, kerusakan mekanik pada sel darah merah
  6. Kekurangan G6PD (suatu enzim yang berperan dalam proses pembentukan dan perombakan sel darah merah dan pencegahan hemolisis pada eritrosit). Kelainan enzim G6PD menyebabkan proses pembentukan dan perombakan sel darah merah menjadi tidak normal dan mudah pecah (hemolitik).
  7. Penyakit darah, seperti penyakit sel sabit (sel darah merah berbentuk bulan sabut sepertu huruf C) dan thalassemia.
 Bagaimana gejalanya ?
Gejala anemia bervariasi tergantung pada penyebabnya, namun yang biasanya muncul antara lain:
  • Kelelahan
  • Pucat
  • Detak jantung cepat atau berdebar, tidak teratur
  • Sesak napas
  • Nyeri pada dada
  • Pusing
  • Tangan dan kaki dingin
  • Sakit kepala
  • Gangguan kognitif
 Gejala awal anemia biasanya bersifat ringan dan seringkali tidak disadari, namun bila dibiarkan saja dapat memperburuk kondisi anemia.
Bagaimana diagnosisnya ?
Dokter akan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis anemia. Selain itu, dokter akan merekomendasikan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan laboratorium Complete Blood Count (CBC).
 Pengobatan yang dilakukan
Pengobatan anemia tergantung pada penyebabnya, biasanya meliputi: perubahan diet (pola makan), pemberian suplemen dan obat-obatan tertentu seperti eritropoietin, hingga perlu dilakukan transplantasi sumsum tulang.
 Pencegahan yang dapat dilakukan
  • Menyempatkan makan pagi dengan menu seimbang
  • Pilih makanan yang kaya vitamin (zat besi, asam folat, vitamin B-12, vitamin C)
  • Makanan yang dikonsumsi harus lebih bervariasi seperti nasi, lauk, sayur, dan buah
  • Hindari minum teh, kopi, atau susu sehabis makan karena mengganggu absorbsi zat besi
  • Setelah makan, disarankan makan buah atau vitamin C, karena vitamin ini bisa membantu penyerapan zat besi dalam tubuh
  • Olah raga teratur
Dampak yang ditimbulkan oleh Anemia
Apabila anemia tidak segera ditangani dengan baik dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya:
  • Kelelahan kronik
  • Gagal jantung
  • Kematian
Klasifikasi Anemia akibat Gangguan Eritropoieses
  1. Anemia defisiensi Besi :
Tidak cukupnya suplai besi mengakibatkan defek pada sintesis Hb, mengakibatkan timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer.
  1. Anemia Megaloblastik
Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan pada sintesis timidin dan defek pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah pembesaran prekursor sel darah (megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak efektif, dan pansitopenia.
  1. Anemia Aplastik
Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah akibat hiposelularitas, hiposelularitas ini dapat terjadi akibat paparan racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan defek pada perbaikan DNA serta gen.
  1. Anemia Mieloptisik
Anemia yang terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor, kelainan granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal. [2]



Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel
  1. Anemia mikrositik : penyebab utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia (gangguan Hb)
  2. Anemia normositik : contohnya yaitu anemia akibat penyakit kronis seperti gangguan ginjal.
  3. Anemia makrositik : penyebab utama yaitu anemia pernisiosa, anemia akibat konsumsi alcohol, dan anemia megaloblastik.
Berikut ini penjelasan soal empat jenis anemia, seperti dijelaskan Dr Mirriam Stoppard dalam bukunya "Panduan Kesehatan Keluarga":

Anemia defisiensi zat besi

Anemia defisiensi zat besi adalah jenis anemia paling sering dijumpai. Anemia jenis ini sering disebabkan hilangnya sejumlah zat besi melalui perdarahan terus-menerus.

Zat besi merupakan komponen esensial dari hemoglobin. Jika zat besi tidak cukup tersedia, produksi hemoglobin dan penggabungan ke dalam sel darah merah di sumsum tulang akan berkurang.

Hasilnya, hanya ada sedikit hemoglobin yang bisa berikatan dengan oksigen dalam paru-paru dan membawanya ke jaringan tubuh. Akibatnya, jaringan tidak cukup menerima oksigen.

Anemia megaloblastik

Anemia megaloblastik adalah jenis anemia yang timbul akibat kekurangan vitamin B12 atau asam folat. Dua vitamin penting ini memiliki peran esensial dalam produksi sel darah merah yang sehat. Defisiensi salah satu vitamin tersebut dapat menimbulkan anemia megaloblastik yang terjadi karena sel darah merah abnormal berukuran besar (megaloblas) terbentuk dalam sumsum tulang dan produksi sel darah merah normal menurun.


Anemia sel bulan sabit

Anemia sel bulan sabit (sickle cell anaemia) adalah kelainan bawaan yang timbul akibat bentuk abnormal hemoglobin dalam darah.

Hemoglobin adalah protein yang terkandung dalam sel darah merah. Protein ini mengambil oksigen dari darah dan membawanya ke berbgai bagian tubuh.

Anemia sel bulan sabit timbul jika hemoglobin abnormal menyebabkan sel darah merah berubah bentuk menyerupai bulan sabit akibat rendahnya kadar oksigen. Ini akan menimbulkan krisis sel bulan sabit, yaitu nyeri sendi dan perut berat.

Kelainan bawaan dari penyakit anemia sel bulan sabit ini bersifat resesif, yaitu kedua orangtua membawa sebuah gen abnormal tapi mereka sendiri dalam kondisi sehat.  



Talasemia

Talasemia adalah bentuk anemia bawaan. Kebanyakan kasus talasemia terjadi pada orang-orang dari daerah Mediterania tapi juga dapat menyerang orang-orang dari India dan Asia Tenggara. talasemia diturunkan kepada anak jika kedua orangtua membawa gen cacat.

Pada talasemia, tubuh tidak dapat membuat hemoglobin normal, yaitu zat dalam darah yang membuat sel darah berwarna merah dan membawa oksigen ke seluruh tubuh.

Kelainan ini akan muncul saat seorang bayi yang berusia sekitar tiga bulan menunjukkan gejala anemia berat

CARA MENDIAGNOSA

Diagnosis defisiensi G6PD berdasarkan penilaian aktivitas enzim,secara kuantitatif dengan analisa spektrofotometri dari produksi NADPH dari NADP (Cappellini,2008), dipikirkan juga jika ditemukan hemolisis akut pada laki-laki ras afrika. Pada anamnesis perlu ditanyakan tentang kemungkinan terpapar dengan zat oksidan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Pemeriksaan aktivitas enzim mungkin false negative jika eritrosit tua defisiensi G6PD telah lisis. Oleh karena itu aktivitas enzim perlu diulang 2-3 bulan kemudian ketika ada sel-sel yang tua (Rinaldi,2009) Pemeriksaan darah sederhana bisa menentukan adanya anemia. Persentase sel darah merah dalam volume darah total (hematokrit) dan jumlah hemoglobin dalam suatu contoh darah bisa ditentukan. Pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari hitung jenis darah komplit (CBC).

Manajemen Terapi

Terapi langsung ditujukan pada penyebab anemia, dapat berupa :
  1. Transfusi darah
  2. Pemberian kortikosteroid atau obat-obatan lain yang dapat menekan sistem imun.
  3. Pemberian eritropoietin, hormon yang berperan pada proses hematopoiesis, berfungsi untuk membantuk sumsum tulang pada proses hematopoiesis.
  4. Pemberian suplemen besi, vitamin B12, vitamin-vitamin dan mineral lain yang dibutuhkan. [
Anemia dapat dicegah dengan :
  1. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan.
  2. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
  3. Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi.Perlu kita perhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.

Deskripsi
:
Pemeriksaan G6PD merupakan pengukuran konsentrasi G6PD dalam darah. G6PD adalah suatu enzim yang berperan dalam proses pembentukan dan perombakan sel darah merah dan pencegahan hemolisis pada eritrosit. Kelainan enzim G6PD menyebabkan proses pembentukan dan perombakan sel darah merah menjadi tidak normal dan mudah pecah (hemolitik). Hemolisis yang disebabkan defisiensi G6PD dapat terulang menjadi infeksi virus atau bakteri akut dan kelainan metabolik seperti asidosis.
Manfaat Pemeriksaan
:
Evaluasi defisiensi G6PD yang dapat mengakibatkan destruksi berlebihan; menentukan penyebab dari obat yang menginduksi hemolisis.
Persyaratan & Jenis Sampel
:
3 ( 0.1 ) mL darah EDTA
Stabilitas Sampel
:
2-8 °C = 1 minggu
Persiapan Pasien
:
-
Hari Kerja
:
Setiap hari ( 11.00 )
Metode
:
Kolorimetri
Nilai Rujukan
:
221 - 570 U/10^12 eritrosit
Tempat Rujukan
:
Catatan
:
Sampel dikirim menggunakan cup sampel ukuran 1,5 mL diisi penuh (2 cup sampel) dikirim dengan menggunakan box styrofoam dengan menggunakan es batu (dalam plastik). Untuk menghindari goncangan, isi box styrofoam harus padat, dapat dipadatkan dengan menggunakan kertas atau tissue.Cantumkan nilai eritrositKriteria penolakan sampel : Hemolisis : Mutlak (dilihat secara visual, setelah didiamkan hingga plasma memisah); Lipemik : -; Beku ulang : Mutlak; Lain-lain : -




Daftar Pustaka

Cappellini,M.D. and Fiorelli,G., 2008, Glucosa-6-Phosphate Dehidrogenase Deficiency, Lancet 371: 64-74.
Greene,L.S.,1993, G6PD Deficiency as Protection Against falciparumMalaria: An Epidemiologic Critique of Population andExperimental Studies, Yearbook Of Physical Anthropology 36:153—178.
Rinaldi,I. dan Sudoyo,A.W., 2009, Anemia Hemolitik Non Imun,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V: 1157-59
Zhao,X., Li,Z. and Zhang,X.Y., 2010. G6PD-MutDB: A Mutation and Phenotype Database of Glucose-6-Phosphate (G6PD) Deficiency. Journal of Bioinformatics and Computational Biology 8:101-9.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar