Defisiensi
Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan efek enzim herediter dari eritrosit
manusia yang paling sering ditemukan (Zhao,2010). Enzim G6PD bekerja pada jalur
fosfat pentosa metabolisme karbohidrat. Diwariskan secara X-linked, oleh karena
itu mutasi pada gen G6PD, ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada
perempuan (Zhao,2010),menyebabkan varian fungsional dengan beberapa biokimia
dan fenotipe. Paling banyak dilaporkan dari Afrika, Eropa, Timur Tengah dan
Asia Tenggara (Cappellini,2008)
Manifestasi klinis yang paling
sering pada defisiensi G6PD adalah penyakit kuning neonatal, dan anemia
hemolitik akut, yang biasanya dipicu oleh agen eksogen. Beberapa varian G6PD
menyebabkan hemolisis kronis,anemia hemolitik bawaan non-spherocytic. Manajemen
yang paling efektif pada defisiensi G6PD adalah mencegah hemolisis dengan
menghindari stres oksidatif (Cappellini,2008).
Pada makalah ini akan dibahas
pengaruh G6PD terhadap eritrosit sehingga memberikan kerentanan timbulnya
hemolisis seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Enzim G6PD
Enzim G6PD
mengkatalisis langkah pertama dalam jalur fosfat pentosa, glukosa mengkonversi
ke ribosa-5-fosfat (gambar 1) dan melindungi sel terha dap stres oksidatif
dalam bentuk NADPH. Defisiensi G6PD merupakan salah satu kelainan enzimatik
herediter yang paling sering dari eritrosit manusia. Penelitian terbaru juga
menyatakan bahwa aktivitas G6PD memainkan peran penting dalam mengontrol
pertumbuhan sel melalui produksi NADPH (Zhao,2010).
Saat ini ditemukan sekitar 160
mutasi bersama dengan lebih dari 400 varian biokimia telah dijelaskan
(Cappellini,2008). Varian G6PD oleh WHO telah diklasifikasikan ke dalam empat
kategori tergantung pada aktivitas residu enzim dan manifestasi klinis. Varian
kelas I memiliki defisiensi enzim yang berat (kurang dari 10% dari normal) yang
berhubungan dengan anemia hemolitik kronis non-spherocytic. Varian kelas II
juga memiliki defisiensi enzim berat (kurang dari 10% dari normal), varian
kelas III memiliki defisiensi enzim ringan (10% sampai 60% dari normal). Varian
Kelas IV tidak memiliki defisiensi enzim (60% sampai 150% dari normal)
(Zhao,2010). Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan defek
enzim herediter dari eritrosit manusia yang paling sering ditemukan
(Zhao,2010). Enzim G6PD bekerja pada jalur fosfat pentosa metabolisme
karbohidrat. Diwariskan secara X-linked, oleh karena itu mutasi pada gen G6PD,
ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan
(Zhao,2010),menyebabkan varian fungsional dengan beberapa biokimia dan
fenotipe. Paling banyak dilaporkan dari Afrika, Eropa, Timur Tengah dan Asia Tenggara
(Cappellini,2008)
Manifestasi klinis yang paling
sering pada defisiensi G6PD adalah penyakit kuning neonatal, dan anemia
hemolitik akut, yang biasanya dipicu oleh agen eksogen. Beberapa varian G6PD
menyebabkan hemolisis kronis,anemia hemolitik bawaan non-spherocytic. Manajemen
yang paling efektif pada defisiensi G6PD adalah mencegah hemolisis dengan
menghindari stres oksidatif (Cappellini,2008).
Pada makalah ini akan dibahas
pengaruh G6PD terhadap eritrosit sehingga memberikan kerentanan timbulnya hemolisis
seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Enzim G6PD
Enzim G6PD mengkatalisis langkah
pertama dalam jalur fosfat pentosa, glukosa mengkonversi ke ribosa-5-fosfat
(gambar 1) dan melindungi sel terhadap stres oksidatif dalam bentuk NADPH.
Defisiensi G6PD merupakan salah satu kelainan enzimatik herediter yang paling
sering dari eritrosit manusia. Penelitian terbaru juga menyatakan bahwa
aktivitas G6PD memainkan peran penting dalam mengontrol pertumbuhan sel melalui
produksi NADPH (Zhao,2010).
Saat ini ditemukan sekitar 160 mutasi bersama dengan lebih
dari 400 varian biokimia telah dijelaskan (Cappellini,2008). Varian G6PD oleh
WHO telah diklasifikasikan ke dalam empat kategori tergantung pada aktivitas
residu enzim dan manifestasi klinis. Varian kelas I memiliki defisiensi enzim
yang berat (kurang dari 10% dari normal) yang berhubungan dengan anemia
hemolitik kronis non-spherocytic. Varian kelas II juga memiliki defisiensi
enzim berat (kurang dari 10% dari normal), varian kelas III memiliki defisiensi
enzim ringan (10% sampai 60% dari normal). Varian Kelas IV tidak memiliki
defisiensi enzim (60% sampai 150% dari normal) (Zhao,2010).
Gambar
1 : Langkah pertama dan kedua jalur fosfat pentose. Dikutip dari Greene,1993
Awalnya varian G6PD ditandai secara biokimia menurut aktivitas
enzim dalam eritrosit, mobilitas elektroforesis, Michaelis Konstan, pemanfaatan
analog substrat dan termostabilitas (Zhao,2010).
Peran
G6PD pada metabolisme eritrosit
Pada sel
eritrosit terjadi metabolism glukosa untuk menghasilkan energy (ATP), yang
digunakan untuk kerja pompa ionic dalam rangka mempertahankan milieu ionic yang
cocok bagi eritrosit. Pembentukan ATP ini berlangsung melalui jalur Embden
Meyerhof yang melibatkan sejumlah enzim seperti glukosa fosfat isomerase dan
piruvat kinase, sebagian kecil glukosa mengalami metabolisme dalam eritrosit
melalui jalur heksosa monofosfat dengan bantuan enzim G6PD untuk menghasilkan
glutation yang penting untuk melindungi hemoglobin dan membrane eritrosit dari
oksidan. Defisiensi enzim piruvat kinase, glukosa fosfat isomerase dan G6PD
dapat mempermudah dan mempercepat hemolisis. Yang paling sering mengalami
defisiensi adalah G6PD (Rinaldi,2009)
G6PD
adalah enzim "housekeeping" yang melakukan fungsi-fungsi vital di
seluruh sel tubuh. Namun, dalam eritrosit yang tidak memiliki nukleus,
mitokondria, organel lainnya, ada hambatan tertentu pada metabolisme dan enzim
ini memiliki peran penting. G6PD mengkatalisis langkah pertama dari jalur
fosfat pentosa (jalur heksosa monofosfat), sejumlah reaksi sampingan dari jalur
utama glikolisis dalam eritrosit dan dalam semua sel tubuh (Greene,1993)
Gambar
2: Jalur fosfat pentosa, dikutip dari Cappellini,2008
Fungsi utama dari jalur fosfat pentosa adalah menghasilkan
kapasitas pengurangan melalui produksi NADPH dan akhirnya GSH. Hanya ini
mekanisme yang tersedia bagi eritrosit untuk menghasilkan kapasitas pengurangan
dan sehingga penting untuk
kelangsungan
hidup sel, sedangkan pada sel lain dari tubuh berarti produksi NADPH tetap ada
dan jalur pentosa fosfat hanya untuk 60% dari produksi NADPH(Greene,1993).
Anemia
Apa penyebab Anemia ?
Terdapat berbagai macam penyebab anemia, antara lain:
- Pendarahan hebat
yang mendadak (akut) karena kecelakaan, pembedahan, persalinan, atau pecah
pembuluh darah
- Pendarahan kronik
(menahun) karena pendarahan hidung, wasir (hemoroid), maag (ulkus
peptikum), kanker atau polip di saluran pencernaan, tumor ginjal atau
kandung kemih
- Pendarahan
menstruasi yang sangat banyak
- Berkurangnya
pembentukan sel darah merah karena kekurangan zat besi, kekurangan vitamin
B12, kekurangan asam folat, kekurangan vitamin C
- Penyakit kronik
yang mengakibatkan meningkatnya penghancuran sel darah merah, pembesaran
limpa, kerusakan mekanik pada sel darah merah
- Kekurangan G6PD (suatu enzim yang berperan dalam proses
pembentukan dan perombakan sel darah merah dan pencegahan hemolisis pada
eritrosit). Kelainan enzim G6PD menyebabkan proses pembentukan dan perombakan
sel darah merah menjadi tidak normal dan mudah pecah (hemolitik).
- Penyakit darah,
seperti penyakit sel sabit (sel darah merah berbentuk bulan sabut sepertu
huruf C) dan thalassemia.
Bagaimana
gejalanya ?
Gejala anemia
bervariasi tergantung pada penyebabnya, namun yang biasanya muncul antara lain:
- Kelelahan
- Pucat
- Detak jantung cepat atau berdebar,
tidak teratur
- Sesak napas
- Nyeri pada dada
- Pusing
- Tangan dan kaki dingin
- Sakit kepala
- Gangguan kognitif
Gejala awal
anemia biasanya bersifat ringan dan seringkali tidak disadari, namun bila
dibiarkan saja dapat memperburuk kondisi anemia.
Bagaimana diagnosisnya
?
Dokter akan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik
untuk mendiagnosis anemia. Selain itu, dokter akan merekomendasikan pemeriksaan
penunjang lainnya seperti pemeriksaan laboratorium Complete Blood Count (CBC).
Pengobatan
yang dilakukan
Pengobatan anemia tergantung pada penyebabnya,
biasanya meliputi: perubahan diet (pola makan), pemberian suplemen dan
obat-obatan tertentu seperti eritropoietin, hingga perlu dilakukan
transplantasi sumsum tulang.
Pencegahan yang dapat dilakukan
- Menyempatkan makan pagi dengan menu
seimbang
- Pilih makanan yang kaya vitamin (zat
besi, asam folat, vitamin B-12, vitamin C)
- Makanan yang dikonsumsi harus lebih
bervariasi seperti nasi, lauk, sayur, dan buah
- Hindari minum teh, kopi, atau susu
sehabis makan karena mengganggu absorbsi zat besi
- Setelah makan, disarankan makan buah
atau vitamin C, karena vitamin ini bisa membantu penyerapan zat besi dalam
tubuh
- Olah raga teratur
Dampak yang ditimbulkan
oleh Anemia
Apabila anemia tidak
segera ditangani dengan baik dapat menyebabkan berbagai komplikasi,
diantaranya:
- Kelelahan kronik
- Gagal jantung
- Kematian
- Anemia defisiensi Besi :
Tidak cukupnya suplai besi mengakibatkan
defek pada sintesis Hb, mengakibatkan timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer.
- Anemia Megaloblastik
Defisiensi folat atau vitamin B12
mengakibatkan gangguan pada sintesis timidin dan defek pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah pembesaran prekursor
sel darah (megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis yang
tidak efektif, dan pansitopenia.
- Anemia Aplastik
Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah
akibat hiposelularitas, hiposelularitas ini dapat terjadi akibat paparan racun,
radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan defek pada perbaikan DNA serta
gen.
- Anemia Mieloptisik
Anemia yang terjadi akibat penggantian
sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor, kelainan granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada
tahap awal. [2]
Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel
- Anemia mikrositik : penyebab
utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia (gangguan Hb)
- Anemia normositik : contohnya
yaitu anemia akibat penyakit kronis seperti gangguan ginjal.
- Anemia makrositik : penyebab
utama yaitu anemia pernisiosa, anemia akibat konsumsi alcohol, dan
anemia megaloblastik.
Berikut ini penjelasan soal empat jenis
anemia, seperti dijelaskan Dr Mirriam Stoppard dalam bukunya "Panduan
Kesehatan Keluarga":
Anemia defisiensi zat besi
Anemia defisiensi zat besi adalah jenis anemia paling sering dijumpai. Anemia jenis ini sering disebabkan hilangnya sejumlah zat besi melalui perdarahan terus-menerus.
Zat besi merupakan komponen esensial dari hemoglobin. Jika zat besi tidak cukup tersedia, produksi hemoglobin dan penggabungan ke dalam sel darah merah di sumsum tulang akan berkurang.
Hasilnya, hanya ada sedikit hemoglobin yang bisa berikatan dengan oksigen dalam paru-paru dan membawanya ke jaringan tubuh. Akibatnya, jaringan tidak cukup menerima oksigen.
Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah jenis anemia yang timbul akibat kekurangan vitamin B12 atau asam folat. Dua vitamin penting ini memiliki peran esensial dalam produksi sel darah merah yang sehat. Defisiensi salah satu vitamin tersebut dapat menimbulkan anemia megaloblastik yang terjadi karena sel darah merah abnormal berukuran besar (megaloblas) terbentuk dalam sumsum tulang dan produksi sel darah merah normal menurun.
Anemia sel bulan sabit
Anemia sel bulan sabit (sickle cell anaemia) adalah kelainan bawaan yang timbul akibat bentuk abnormal hemoglobin dalam darah.
Hemoglobin adalah protein yang terkandung dalam sel darah merah. Protein ini mengambil oksigen dari darah dan membawanya ke berbgai bagian tubuh.
Anemia sel bulan sabit timbul jika hemoglobin abnormal menyebabkan sel darah merah berubah bentuk menyerupai bulan sabit akibat rendahnya kadar oksigen. Ini akan menimbulkan krisis sel bulan sabit, yaitu nyeri sendi dan perut berat.
Kelainan bawaan dari penyakit anemia sel bulan sabit ini bersifat resesif, yaitu kedua orangtua membawa sebuah gen abnormal tapi mereka sendiri dalam kondisi sehat.
Anemia defisiensi zat besi
Anemia defisiensi zat besi adalah jenis anemia paling sering dijumpai. Anemia jenis ini sering disebabkan hilangnya sejumlah zat besi melalui perdarahan terus-menerus.
Zat besi merupakan komponen esensial dari hemoglobin. Jika zat besi tidak cukup tersedia, produksi hemoglobin dan penggabungan ke dalam sel darah merah di sumsum tulang akan berkurang.
Hasilnya, hanya ada sedikit hemoglobin yang bisa berikatan dengan oksigen dalam paru-paru dan membawanya ke jaringan tubuh. Akibatnya, jaringan tidak cukup menerima oksigen.
Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah jenis anemia yang timbul akibat kekurangan vitamin B12 atau asam folat. Dua vitamin penting ini memiliki peran esensial dalam produksi sel darah merah yang sehat. Defisiensi salah satu vitamin tersebut dapat menimbulkan anemia megaloblastik yang terjadi karena sel darah merah abnormal berukuran besar (megaloblas) terbentuk dalam sumsum tulang dan produksi sel darah merah normal menurun.
Anemia sel bulan sabit
Anemia sel bulan sabit (sickle cell anaemia) adalah kelainan bawaan yang timbul akibat bentuk abnormal hemoglobin dalam darah.
Hemoglobin adalah protein yang terkandung dalam sel darah merah. Protein ini mengambil oksigen dari darah dan membawanya ke berbgai bagian tubuh.
Anemia sel bulan sabit timbul jika hemoglobin abnormal menyebabkan sel darah merah berubah bentuk menyerupai bulan sabit akibat rendahnya kadar oksigen. Ini akan menimbulkan krisis sel bulan sabit, yaitu nyeri sendi dan perut berat.
Kelainan bawaan dari penyakit anemia sel bulan sabit ini bersifat resesif, yaitu kedua orangtua membawa sebuah gen abnormal tapi mereka sendiri dalam kondisi sehat.
Talasemia
Talasemia adalah bentuk anemia bawaan. Kebanyakan kasus talasemia terjadi pada orang-orang dari daerah Mediterania tapi juga dapat menyerang orang-orang dari India dan Asia Tenggara. talasemia diturunkan kepada anak jika kedua orangtua membawa gen cacat.
Pada talasemia, tubuh tidak dapat membuat hemoglobin normal, yaitu zat dalam darah yang membuat sel darah berwarna merah dan membawa oksigen ke seluruh tubuh.
Kelainan ini akan muncul saat seorang bayi yang berusia sekitar tiga bulan menunjukkan gejala anemia berat
Talasemia adalah bentuk anemia bawaan. Kebanyakan kasus talasemia terjadi pada orang-orang dari daerah Mediterania tapi juga dapat menyerang orang-orang dari India dan Asia Tenggara. talasemia diturunkan kepada anak jika kedua orangtua membawa gen cacat.
Pada talasemia, tubuh tidak dapat membuat hemoglobin normal, yaitu zat dalam darah yang membuat sel darah berwarna merah dan membawa oksigen ke seluruh tubuh.
Kelainan ini akan muncul saat seorang bayi yang berusia sekitar tiga bulan menunjukkan gejala anemia berat
CARA MENDIAGNOSA
Diagnosis defisiensi G6PD berdasarkan
penilaian aktivitas enzim,secara kuantitatif dengan analisa spektrofotometri
dari produksi NADPH dari NADP (Cappellini,2008), dipikirkan juga jika ditemukan
hemolisis akut pada laki-laki ras afrika. Pada anamnesis perlu ditanyakan
tentang kemungkinan terpapar dengan zat oksidan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya. Pemeriksaan aktivitas enzim mungkin false negative jika eritrosit
tua defisiensi G6PD telah lisis. Oleh karena itu aktivitas enzim perlu diulang
2-3 bulan kemudian ketika ada sel-sel yang tua (Rinaldi,2009) Pemeriksaan darah sederhana bisa menentukan adanya
anemia. Persentase sel darah merah dalam volume darah total (hematokrit) dan jumlah hemoglobin dalam suatu contoh darah bisa
ditentukan. Pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari hitung jenis darah
komplit (CBC).
Manajemen
Terapi
Terapi langsung ditujukan pada penyebab anemia, dapat
berupa :- Transfusi darah
- Pemberian kortikosteroid atau obat-obatan lain yang dapat menekan sistem imun.
- Pemberian eritropoietin, hormon yang berperan pada proses hematopoiesis, berfungsi untuk membantuk sumsum tulang pada proses hematopoiesis.
- Pemberian suplemen besi, vitamin B12, vitamin-vitamin dan mineral lain yang dibutuhkan. [
Anemia dapat dicegah
dengan :
- Zat besi juga
dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan
kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan.
- Mengonsumsi
makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh.
- Zat besi dapat
diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti
sapi.Perlu kita perhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih
mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan
olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.
Deskripsi
|
:
|
Pemeriksaan G6PD merupakan pengukuran konsentrasi G6PD dalam darah. G6PD adalah suatu enzim yang berperan dalam
proses pembentukan dan perombakan sel darah merah dan pencegahan hemolisis
pada eritrosit. Kelainan enzim G6PD menyebabkan proses pembentukan dan
perombakan sel darah merah menjadi tidak normal dan mudah pecah (hemolitik).
Hemolisis yang disebabkan defisiensi G6PD dapat terulang menjadi infeksi virus
atau bakteri akut dan kelainan metabolik seperti asidosis.
|
Manfaat Pemeriksaan
|
:
|
Evaluasi defisiensi G6PD yang dapat mengakibatkan destruksi
berlebihan; menentukan penyebab dari obat yang menginduksi hemolisis.
|
Persyaratan &
Jenis Sampel
|
:
|
3 ( 0.1 ) mL darah
EDTA
|
Stabilitas Sampel
|
:
|
2-8 °C = 1 minggu
|
Persiapan Pasien
|
:
|
-
|
Hari Kerja
|
:
|
Setiap hari ( 11.00 )
|
Metode
|
:
|
Kolorimetri
|
Nilai Rujukan
|
:
|
221 - 570 U/10^12
eritrosit
|
Tempat Rujukan
|
:
|
|
Catatan
|
:
|
Sampel dikirim
menggunakan cup sampel ukuran 1,5 mL diisi penuh (2 cup sampel) dikirim
dengan menggunakan box styrofoam dengan menggunakan es batu (dalam plastik).
Untuk menghindari goncangan, isi box styrofoam harus padat, dapat dipadatkan
dengan menggunakan kertas atau tissue.Cantumkan nilai eritrositKriteria
penolakan sampel : Hemolisis : Mutlak (dilihat secara visual, setelah
didiamkan hingga plasma memisah); Lipemik : -; Beku ulang : Mutlak; Lain-lain
: -
|
Daftar Pustaka
Cappellini,M.D. and Fiorelli,G., 2008, Glucosa-6-Phosphate
Dehidrogenase Deficiency, Lancet 371: 64-74.
Greene,L.S.,1993, G6PD Deficiency as Protection
Against falciparumMalaria: An Epidemiologic Critique of Population
andExperimental Studies, Yearbook Of Physical Anthropology 36:153—178.
Rinaldi,I. dan Sudoyo,A.W., 2009, Anemia Hemolitik
Non Imun,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V: 1157-59
Zhao,X., Li,Z. and Zhang,X.Y., 2010. G6PD-MutDB:
A Mutation and Phenotype Database of Glucose-6-Phosphate (G6PD) Deficiency.
Journal of Bioinformatics and Computational Biology 8:101-9.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar